JAKARTA-Pemerintah menuntaskan pembahasan insentif fiskal untuk proyek pengembangan kendaraan beremisi karbon rendah dan tinggal menunggu penegasan kebijakan dari kementerian teknis sebelum aturan itu diterbitkan.
"Pembahasan sudah dalam tahap finalisasi. Lagi minta penegasan dari sektoral sebelum mengeluarkan insentif, bukan untuk mobil listrik, melainkan low emission [low carbon emission project/LCEP]," ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Senin (27/8).
Pemerintah berencana memberikan rangkaian insentif khusus bagi mobil dengan kapasitas silinder hingga 1.200 cc dengan tingkat konsumsi bahan bakar minyak 22 km per liter dan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tertentu yang disebut dengan LCGC (low cost and green car).
Nota Keuangan RAPBN 2013 menyatakan pemberian insentif fiskal mobil LCGC merupakan salah satu dari pokok kebijakan perpajakan yang akan dilakukan pada 2013.
Kebijakan yang dipertimbangkan adalah pembebasan atau pengurangan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor yang murah dan ramah lingkungan, termasuk mobil jenis LCGC dan hybrid.
Ketika dikonfirmasi, Dirjen Industri Unggul Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi menjelaskan pihaknya masih menggodok Peraturan Presiden tentang LCEP.
Menurutnya, perpres itu menetapkan dua syarat penting yang harus dipenuhi produsen mobil untuk mendapatkan insentif PPnBM, yakni proses manufaktur dan tingkat konsumsi BBM. "Jika kedua syarat ini dipenuhi, insentif akan diberikan," katanya.
Budi mengatakan insentif akan diberikan hanya untuk mobil yang diproduksi di dalam negeri. Artinya, mobil impor kemungkinan besar tidak akan mendapatkan insentif tersebut.
Proses manufaktur wajib dilakukan di dalam negeri dengan proses yang bertahap dalam beberapa tahun. Selain itu, produksi harus memberikan nilai tambah bagi industri nasional, seperti penggunaan komponen lokal.
Namun, dia belum menjelaskan secara detail mengenai persyaratan proses manufaktur tersebut. Setiap proses, lanjutnya, akan memiliki peraturan tersendiri.
Substansi kedua yang akan diatur pada peraturan itu yakni setiap mobil yang diproduksi harus memenuhi standar konsumsi BBM, yaitu kilometer per liter. "Kalau jarak tempuh per liternya lebih hemat, BBM yang digunakan tentu lebih sedikit, sehingga jumlah emisi karbon yang dikeluarkan juga lebih sedikit," ujarnya.
Menurut Budi, batasan minimum penggunaan BBM adalah 20 km/liter. Artinya, setiap mobil yang menghabiskan 1 liter BBM untuk jarak tempuh minimum 20 km akan mendapatkan insentif.
Jika mobil memiliki performa melampaui batasan tersebut, akan mendapatkan pengurangan PPnBM yang lebih besar. "Kalau mobil listrik yang tidak menggunakan bahan bakar sama sekali, berarti PPnBM-nya nol," katanya.
Mobil yang akan mendapat insentif, lanjut Budi, harus menggunakan mesin minimal standar Euro 2 sesuai dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup. Menurutnya, teknologi mesin Euro 4 belum dapat digunakan karena BBM di Indonesia belum memenuhi standar itu.
Semua proyek mobil ramah lingkungan, termasuk mobil listrik, hybrid, LCGC, gas, dan lainnya, akan mendapatkan insentif yang diatur dalam kebijakan LCEP. Setiap jenis kendaraan dengan teknologi masing-masing akan memiliki regulasi turunannya.
Uji Emisi
Budi menambahkan setiap agen tunggal pemegang merek (ATPM) wajib mengikuti tes uji emisi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Setelah dinyatakan lulus tes dan mendapatkan sertifikasi BPPT, ATPM dapat mengajukan permohonan insentif kepada Kemenperin. "Nanti BPPT menyiapkan laboratorium uji emisinya.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan kebijakan LCEP ini rampung pada 30 Agustus. Namun, Budi mengatakan peraturan itu sulit diterbitkan pada bulan ini karena harus melalui beberapa proses lain di beberapa kementerian.
sumber : Bisnis Indonesia
Share:Copyright © 2016 All rights Reserved | Template by Tim Pengelola Website Kemenperin